Cerpen : "Jatuh Dari Kereta" Oleh Ipnuri Fatah

Beberapa hari ini Dody tidak seperti biasanya. Pulang sekolah selalu tepat waktu dan langsung masuk kamar. Terkadang sampai sore menjelang magrib baru keluar, karena memang ia harus pergi belajar mengaji. “Den Dody akhir-akhir ini susah kalau disuruh makan, Bu,” Bi Isa, pembantu rumah melaporkan sikap Dody kepadanya ibunya. “Saya khawatir nanti bisa sakit lho Bu,” tambahnya sambil menyuguhkan secangkir the manis.

Den, ada temannya yang cari diluar, kasihan lho Den, ia sudah lama menunggu,” Bi Isa beberapa kali mengetuk pintu kamar Dody yang selalu dikunci dari dalam. Tapi Dody tidak juga keluar.

Ach… Bibi, aku kan sudah bilang, kalau ada yang cari bilangin aku tidak ada,” kesalnya dari dalam kamar,  Dody, tidak pernah mau menemui teman-temannya yang datang, Ia selalu menyendiri dan murung. Seakan tak ada gairah untuk bermain seperti teman-teman sebayanya.

Padahal semenjak Dody lulus SD dan masuk SLTP di Bogor, ia selalu pulang terlambat. “Dari belajar di rumah teman Bu,” atau “Ada pelajaran tambahan, karena mau ujian,” begitu jawabnya bila ditanya. Ibu dan Bapaknya selalu percaya karena memang semenjak kecil Dody tidak pernah berbohong. Ia jujur dan sangat hormat kepada Ibu dan Bapaknya.

Dody adalah anak yang cerdas dan pandai bergaul sehingga banyak teman-teman di sekolahnya yang ingin menjadi sahabatnya. Mulai dari kelas satu dia selalu jadi juara kelas bahkan Ia termasuk siswa SD yang mendapat nilai NEM tertinggi  di kota ini. Kegiatannya juga banyak, baik kegiatan ekstrakurikuler di sekolah maupun dilingkungan rumahnya.

Pak, cobalah sekali-kali ditanyakan kepada teman-teman Dody di sekolah, atau kalau perlu kepada gurunya, barang kali ada yang tahu mengapa Dody jadi begitu,” ibunya sangat prihatin terhadap sikap Dody.
Apa ibu sudah menanyakannya sendiri kepada Dody, barang kali Ia menginginkan sesuatu tapi tidak berani mengatakannya kepada kita?” kata bapaknya mencoba menenangkan ibunya yang semakin gelisah.

Dod, selama ini bapak dan ibu selalu menuruti semua keinginanmu, asal yang kamu minta itu untuk keperluan sekolah atau kegiatan-kegiatan yang positif,” kata bapaknya saat mereka makan malam bersama.

Coba sekarang Dody cerita, mengapa akhir-akhir ini suka menyendiri, suka murung dan tidak pernah mau menemui teman-temanmu seperti biasanya,” sela ibunya sambil memandangi wajah Dody yang memang agak pucat.

Dody hanya menunduk sambil meneruskan makan malamnya, seakan-akan ia tak ingin  menceritakan masalahnya pada siapapun. “Nggak ada apa-apa kok Bu, Dody cuma lagi malas saja,” Dody berusaha mengelak.

Benar… nggak ada apa-apa?” desak ibunya. Dody hanya menganggu pelan.

Baiklah, minggu depan kamu kan sudah mulai libur sekolah, bagaimana kalau kita pergi ke rumah pak de di Jogjakarta? Biasanya kalau musim liburan sekolah,  pak de-mu kan suka mengadakan pesantren kilat. Selain rekreasi kamu bisa belajar banyak tentang agama,” Ajak bapaknya yang berharap agar ada suasana baru buat Dody.

Seminggu berikutnya saat musim libur sekolah tiba, Dody beserta Bapak dan ibunya berangkat ke Jogjakarta. Di Jogja Dody bertemu dengan teman-teman baru, mereka adalah murid-murit pesantren kilat yang di adakan oleh pak de-nya. Namu suasana itu tampaknya tidak dapat merubah perasaan Dody. Ia mengikuti semua kegiatan tanpa gairah. Namun demikian masih saja banyak teman-teman barunya yang suka kepadanya. Itu karena Dody orangnya ramah kepada orang. Melihat itu, bapak dan ibunya semakin bingung. Seolah tak ada jalan lagi untuk membuat Dody berubah. Ia masih suka melamun sendiri.

Sudah lima hari lamanya ia berada di Jogjakarta. Sudah banyak pelajaran-pelajaran agama yang diperoleh Dody dari kegiatan. Dua hari lagi mereka harus kembali ke Jakarta, karena masa liburan sudah hampir habis.

Ibu dan Bapaknya kaget ketika melihat Dody tiba-tiba menangis sepulang dari pesantren hari itu, “Dody minta maaf Bu…, Pak, selama ini Dody sudah bohong kepada ibu dan bapak,” Dody berdiri menunduk didepan ibu dan bapaknya. Air matanya terus mengalir di pipinya.

Kamu sudah berbohong apa, Dy? Ibu kira selama ini kamu baik-baik saja. Makanya ibu dan bapak percaya,” kata ibunya lembut sambil memandangi wajah Dody yang masih berdiri depannya.

Selama ini Dody tidak langsung pulang kerumah seusai sekolah, Dody sering main dulu di stasiun dan terkadang Dody ikut naik kereta sampai ke stasiun kota. Makanya Dody selalu terlambat sampai di rumah,” isak tangis Dody makin menjadi.

Rupanya pelajaran yang ia peroleh hari ini dari pesantren kilat telah menyadarkan Dody. Hari ini pak de-nya menerangkan tentang hukumnya seseorang bila berbohong. “Tuhan tidak suka dengan orang-orang yang suka bohong, dan Tuhan akan memasukkannya ke neraka,” itu salah satu pelajaran yang diterangkan oleh pak de-nya.

“Lalu mengapa beberapa hari ini kamu selalu murung dan suka menyendiri di kamar?” bapaknya seolah tidak percaya bahwa Dody sudah berbohong kepadanya.

Dody sedih, karena Acul, teman Dody meninggal jatuh dari atas gerbong kereta listrik,” Dody semakin ketakutan akan dimarahi oleh bapak ibunya.

 “Jadi kamu suka mainan di atap gerbong kereta listrik?” Ibunya terhentak mendengar cerita Dody. Ia heran terhadap sikap Dody yang selama ini dikenal baik, jujur dan penurut. Kini Dody telah jadi anak nakal karena terpengaruh teman-temannya.

Dody tidak pernah ikutan naik di atas gerbong kereta, Bu, Dody hanya naik di tempat penumpang,” Dody berusaha meyakinkan ibu dan bapaknya. “Dody sekarang kapok, Dody tidak akan mengulanginya lagi, Dody tidak mau masuk neraka,” tambah Dody sambil tetap menunduk.

Baiklah, bapak dan ibu percaya Dody tidak akan mengulanginya lagi. Naik di atap gerbong kereta listrik itu berbahaya, selain bisa jatuh juga bisa terkena strom, kalaupun selamat akan banyak orang yang tidak suka kepadamu, karena kamu dianggap anak nakal,” bapaknya mencoba menasehati Dody yang melai sadar dengan perbuatannya.

Karena Dody sudah sadar, maka besok lusa kita sudah bisa pulang ke Jakarta, tapi sebelum pulang besok malam kita jalan-jalan dulu ke Malioboro sambil membeli oleh-oleh buat Bi Isa dan teman-temanmu di sekolah,”  ajak bapaknya yang sudah merasa tenang karena Dody sadar dan selamat dari pengaruh kenakalan remaja.

Jangan lupa pamitan dulu sama teman-temanmu, di pesantren, kalau perlu kasih alamat, barangkali ada yang ingin kirim surat untukmu,” Tambah ibunya sambil tersenyum lega karena  Dody kembali jadi anak yang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerpen "Oji Si Tukang Ojek Payung"

Materi Khutbah Idul Fitri 1429H

Biografi Salahuddin Al Ayubi